Sabtu, 16 April 2011

<< Kekuatan Sebuah Janji >>

Ketika kita berjanji untuk lebih menguasai diri... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat menghadapi berbagai ujian dan pencobaan...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk lebih lembut lagi dalam berkata-kata... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat harus menjawab kata-kata makian yang pedas...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk setia sehidup semati hingga maut memisahkan kita... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat badai rumah tangga dan kejenuhan rutinitas melanda....

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk berbuat kebaikan lebih lagi di sepanjang hidup kita... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat keadaan dan orang-orang di sekitar kita semakin jahat...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk bermurah hati dan banyak memberi... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat kita kekurangan namun sekitar kita lebih membutuhkan...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk lebih bersabar... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat menghadapi orang-orang yang begitu menyebalkan...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk memilih kedamaian ketimbang kekuatiran... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat menghadapi berbagai masalah hidup yang kian merisaukan...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk lebih bersukacita... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu saat beban kehidupan dan berbagai penderitaan begitu menekan...

itu jauh lebih baik.

Ketika kita berjanji untuk memiliki kasih lebih lagi kepada sesama... itu baik,

Ketika kita menepati janji itu kepada mereka yang justru membenci dan memusuhi kita...

itu jauh lebih baik.

Kekuatan sebuah JANJI adalah pada saat janji itu DITEPATI, bukan pada saat diucapkan...

itu jauh lebih baik.

By : Renungan Kisah Inspiratif *setitik embun inspirasi ~ by Faridah Hanum binti Achmad*

KUAKUI BAHWA AKU MENCINTAINYA …

Ya, aku memang mencintainya. Aku mencintainya mengalahkan cinta seseorang kepada kekasihnya. Bahkan manakah cinta orang-orang yang jatuh cinta dibanding cintaku ini?!

Ya, aku mencintainya. Bahkan demi Allah, aku merindukannya. Aku merasakan sentuhannya yang lembut, menyentuh relung hatiku. Aku tidak mendengarnya melainkan rinduku seakan terbang ke langit, lalu hatiku menari-nari dan jiwaku menjadi tentram.

Aku mecintaimu duhai perkataan yang baik

Aku mencintaimu duhai perkataan yang lembut

Aku mencintaimu duhai perkataan yang santun.

Alangkah indahnya ketika seorang anak mencium tangan ibunya seraya berkata, “Semoga Allah menjagamu ibu”.

Alangkah eloknya ketika seorang ayah senantiasa mendo’akan anaknya, “Ya Allah ridhoilah mereka, dan bahagiakan mereka di dunia dan akhirat”.

Alangkah bagusnya ketika seorang istri menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman seraya berkata, “Semoga Allah tidak menjauhkan kami darimu, rumah ini serasa gelap tanpa dirimu”.

Alangkah baiknya ketika istri melepaskan kepergian suami bekerja di pagi hari, ia berkata, “Jangan beri kami makan dari yang haram, kami tidak sanggup memakannya”.

Kalimat dan ungkapan yang indah, bukankah begitu? Bukankah kita berharap kalimat dan ungkapan seperti ini dikatakan kepada kita? Bukankah setiap kita berangan-angan mengatakan kalimat-kalimat seperti ini kepada orang-orang yang dicintainya? Akan tetapi kenapa kita tidak atau jarang mendengarnya?

Penyebabnyanya adalah kebiasaan. Barangsiapa yang membiasakan lisannya mengucapkan kata-kata yang lembut berat baginya untuk meninggalkannya, begitu pula sebaliknya.

Orang yang terbiasa memanggil istrinya dengan kata “kekasihku” sulit baginya memanggil istrinya seperti sebagian orang memanggil istrinya, ‘Hei ..hai ..”. atau “Kau ..” dan lain sebagainya.

Barangsiapa yang terbiasa memulai ucapannya kepada anaknya, “Ananda, Anakku, Putriku” tidak seperti sebagian lain yang mengatakan, “Bongak .. jahat ..setan!” maka ia berat mengucapkan selain itu.

Kenapa kita tidak bisa mengucapkan satu ungkapan cinta saja kepada anak-anak kita, ibu kita, dan keluarga kita? Jika adapun kalimat tersebut keluar dengan malu-malu.

Kenapa lisanmu terkunci di dekat istrimu atau dihadapan ayah dan ibumu, sedangkan dihadapan temanmu, kata-katamu begitu mesra?!

Biasakanlah – misalnya- mengucapkan kepada ibumu, “Ibu, do’akan kami. Apakah ibu ingin titip sesuatu agar ananda beli sebelum ananda berangkat?”

Biasakanlah mengucapkan kepada anakmu kata-kata (sayangku, anakku) dan apabila ia mengambilkan sesuatu untukmu seperti segelas air katakana kepadanya Jazakallah atau ungkapan terima kasih.

Jika putra atau putrimu meminta sesuatu darimu dan engkau sanggup memberikannya serta itu baik untuknya katakanlah kepada mereka dengan tulus, “Dengan sepenuh hati, ayah akan bawakan untukmu”.

Cobalah kata-kata dan kalimat yang lembut dan senyuman yang manis, lalu lihatlah hasilnya!

Lihatlah bagaimana Nabi kita shollallahu ‘alaihi wa sallama berbicara kepada anak istrinya.

Perhatikanlah kelembutan hatinya, serta keindahan tutur katanya.

Beliaulah sebaik-baik suri teladan.

( Ustadz Abu Zubair )

Renungan

Aku dapatkan ini dari jurnal teman aku.. tentunya seijin ia aku memasukkan ini dalam catatanku....

Wanita-istri adalah:

1. Org yg akan mendampingimu seumur hidup.

2. Org yg akan melahirkan anak2mu walau dg penuh rasa sakit.

3. Org yg merawatmu sampai tua.

4. Org yg akan merawatmu saat kau sakit.

5. Org yg akan selalu mendukung walau kau gagal berpuluh2, bahkan beratus2 kali.

6. Org yg memberikan hidupnya untukmu. Bahkan ia membuang egonya demi bersamamu.

Bahkan saat kau menyakitinya, ia tetap berada disampingmu..

Pria-suami adalah:

1. Org yg akan menjagamu seumur hidup.

2. Org yg akan berkorban untukmu.

3. Org yg akan menafkahimu.

4. Org yang merawatmu saat kau sakit.

5. Org yg memelukmu pada saat kau sedih.

6. Org yg ingin membuatmu bahagia.

Mereka sama berharganya, hanya saja mereka mempunyai perbedaan-perbedaan yg kadang

membuat mereka saling menyakiti satu sama lain, dan itu hanya dapat diatasi dg pengertian

dari kedua belah pihak.

Hidup itu singkat....terlalu singkat untuk berbagai pertengkaran....

Mengapa tidak kau bahagiakan saja pasanganmu...

dan mengisi hari-hari kalian dg penuh cinta..

dan membuat pasanganmu tersenyum lebih lebar tiap harinya?

Bukankah itu lebih baik dan bahagia dibanding saling menyakiti?

Walaupun banyak hal dimana kenyataannya tak mudah untuk dilalui,

bahkan terkadang enggan untuk melaluinya.

Melihat ke atas: memperoleh semangat untuk maju..

Melihat ke bawah: bersyukur atas semua yang ada...

Melihat ke samping: semangat kebersamaan..

Melihat ke belakang: sebagai pengalaman berharga...

Melihat ke dalam: untuk instropeksi..

Dan melihat ke depan: untuk menjadi lebih baik.....!

Dari air kita belajar ketenangan..

Dari batu kita belajar ketegaran...

Dari tanah kita belajar kehidupan...

Dari kupu-kupu kita belajar mengubah diri...

Dari padi kita belajar rendah hati...

Dari Tuhan kita belajar tentang kasih yang sempurna...

Karena tidak ada orang yg sempurna!

(saduran from some one)

Menjadi Masa lalu Pada Akhirnya

Menjadi Masa lalu Pada Akhirnya

Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,

sedang ketegaran akan lebih dikenang nanti.

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa tidak dinikmati saja,

sedang ratap tangis tidak akan mengubah apa-apa.

Jikalah luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,

sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah benci dan marah akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti diumbar sepuas rasa,

sedang menahan diri adalah lebih berpahala.

Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti tenggelam di dalamnya,

sedang tobat itu lebih utama.

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti ingin ditumpuki sendiri,

sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya.

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti membusung dada,

sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia.

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,

sedang memberi akan lebih banyak memiliki arti.

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti dirasakan sendiri,

sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,

mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,

sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Buat Sahabat yang sedang merasakan penderitaan, kesedihan, kekecewaan, penyesalan, kegagalan. Ayo Sahabat bangkitlah, tersenyumlah, mengapa kita biarkan diri tenggelam, sedangkan ia akan menjadi masa lalu pada akhirnya ^_^

Memaafkan itu indah

Memaafkan itu indah

Memaafkan itu sedekah

Memaafkan itu mengundang Maghfirah-Nya

Memaafkan itu mengundang Rahmah-Nya

Memaafkan itu nikmat

Memaafkan itu lezat

Memaafkan itu melapangkan perasaan

Memaafkan itu melapangkan kesusahan

Memaafkan itu membuka pintu-pintu cinta

Memaafkan itu membuka pintu-pintu dunia

Memaafkan itu membuka pintu-pintu bahagia

Memaafkan itu membuka pintu-pintu surga

Memaafkan itu melepaskan masalah

Memaafkan itu melepaskan rasa susah

Memaafkan itu melepaskan rasa serba salah

Memaafkan itu melepaskan berbagai rasa resah

Memaafkan itu melancarkan pernapasan

Memaafkan itu melancarkan hubungan

Memaafkan itu menambah ketampanan

Memaafkan itu menambah kejelitaan

Memaafkan itu mengikhlaskan

Memaafkan itu menyehatkan

Memaafkan itu mendewasakan

Memaafkan itu mencerdaskan

Memaafkan itu membersihkan diri

Memaafkan itu mengundang rejeki

Memaafkan itu menenangkan hati

Memaafkan itu mengundang ridho Ilahi

Dengan demikian,

jangan lagi kita mengatakan :

"Huh,enak banget dong kalau dia gue maapin, enek di die gak enak di gue..."

Lho?

Iseng ^ _ *