Selasa, 07 Oktober 2014

Duka Telah Memagut Cinta


Catatan ini telah kujanjikan untuk salah satu sahabat cantikku....

Duka memang membuat resah jiwa
Gamang, mengisi hari-harinya
Tapak kaki pun menjadi goyah bahkan tak sanggup lagi melangkah
Namun...
Adakah gundah gulana akan mengembalikan semua kenangan indah?

 

Raut wajahnya kuyu dan kusam. Mata sembab menyisakan isak tangisan. Kepedihan masih terasa menyayat dan menggurat, menghela tumpukan gundah di dada yang semakin membuncah.

Perlahan rapuh meranggas jiwanya hingga raga lelah dan kalah. Pupus segala harap, melukai indahnya impian masa depan. Perih ditatapnya setiap sudut rumah, apa yang tampak seperti ingin bercerita. Hati kecilnya ingin berontak, namun kenyataan tak dapat diingkari dengan mudah. Tak kuasa jiwa menahannya, tumpah, dalam derai air mata.

Dalam sesegukan yang memilukan, terbentang serpihan siluet kenangan.

Sederhana...
Hanya sepatah kata yang dapat menggambarkan sosok dirinya. Lelaki itu memang biasa saja. Namun, setiap sentuhan dan ucapannya selalu bermakna cinta yang teramat dalam. Ia pun tak pernah ragu menantang kerasnya kehidupan. Bau keringatnya setelah seharian mencari nafkah, selalu menebarkan aroma kerinduan.

Lelaki itu sungguh biasa saja. Ia hadir saat hati ini telah terlalu lelah berharap, lalu berikrar untuk selalu bersama dalam sebuah ikatan cinta. Tak ada yang dijanjikannya, kecuali hasrat menyulam pinta keridhoan Sang Pencipta. Waktu pun bergulir indah, bersama mengecap manisnya mahligai cinta.

Hari-hari yang telah berlalu menjadi begitu penuh warna. Ceria selalu mengisi rongga dada. Resah yang terkadang singgah, terhapus oleh kebesaran jiwa. Duhai Pemilik Cinta, betapa sujud panjang dan tetesan air mata kesyukuran, seakan tak ada artinya dengan apa yang telah Engkau berikan.

Hingga...
Badai menerpa. Laut bagaikan bergolak, langit pecah dan bumi merekah. Pengabdian tanpa kenal lelah demi keluarga tercinta berbuah derita. Sakit pun menyiksa hari-hari yang panjang lalu menidurkan untuk selama-lamanya. Duka telah memagut mati cinta, "Wahai jiwa yang tenang, keluarlah sekarang dengan ampunan dan kerelaan-Nya."

Kini belahan jiwa yang dikasihi terbujur kaku, berselimut putih. Hanya tetesan air mata kepiluan yang terdengar memecahkan sunyi. Tak ada lagi tawa canda, untaian nasehat atau pun lantunan syahdu ayat suci al-Qur'an saat dirinya masih berada di sisi. Semuanya hanyalah kenangan yang menebarkan repihan duka, hingga membentuk anak-anak sungai di pelupuk mata.

Yaa Robbi..
Sanggupkah diri ini menghadapi sisa hidup tanpa kekasih hati?

Kehilangan pasangan jiwa telah membuat terpuruk jiwa dan raganya. Tegar yang dulu bersemayam, luruh dalam kepiluan dan kekhawatiran. Jiwa pun tak mampu menahan ketidakberdayaan. Duka yang disengat kematian memporak-porandakan cinta dan hasrat hidup bahagia selama-lamanya. Gamang, seakan tak ada lagi tempat berpijak untuk masa depan.

Namun...
Andaikan aqad nikah adalah awal dari sebuah cerita indah dalam kehidupan dua anak manusia, maka perpisahan dengan pasangan jiwa bukanlah akhir dari segalanya. Memang, pasti ada yang hilang. Namun, masih ada pula banyak tinta pena untuk menulis kisah selanjutnya. Kisah-kisah yang tak kalah indah seperti kisah regukan cinta di malam pertama.

Sungguh tak ringan untuk memahami kenyataan bahwa duka telah memagut cinta, namun roda kehidupan tak pernah berhenti berputar. Gundah dan keluh kesah yang tak habis-habisnya pun tak akan mengembalikan dirinya ke dunia fana. Bukankah yang terbaik adalah menata hati, jiwa dan raga demi masa depan?

Pasti tak mudah untuk membuka mata dan menatap bentangan jalan di muka. Hidup memang selalu mengukir kenangan, namun seharusnya hidup juga punya berjuta harapan.

Semoga.

-Dikutip kembali dengan sedikit perubahan dari buku Sapa Cinta dari Negeri Sakura, 2005-

Ferry Hadary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar