Selasa, 07 Oktober 2014

Mencintai Milik Orang Lain


Bukan maksud aku menyindir atau tidak, mungkin kebanyakan dari kita pernah mencintai seseorang yang bukan milik kita, tidak ada yang salah dengan cinta, tetapi di saat kita mencintai seseorang yang sudah menjadi milik orang lain, tanpa pernah kita memiliki..yang ada hanyalah kebahagiaan yang semu. Alasan kita menyukainya mungkin karena ia bisa mengambil hati kita, pandai menyenangkan hati kita atau janji-janji yang indah. Tak bisa mengurai banyak kata disini. Catatan ini hanya ku peruntukkan teman-teman terdekatku saja, tanpa perlu ku publikasikan ke semuanya.. (dee'09 )


Mencintai suami / istri, pacar atau tunangan orang lain bukanlah sebuah “kasus” baru. Dan ini sudah bukan masuk kategori “Dating” lagi sebenarnya, melainkan… #uhuk … selingkuh.  Lantas bagaimana apabila kita sudah terlanjur jatuh cinta pada #uhuk… “milik orang lain”?

 Lupakan aku
Jangan pernah kau harapkan cinta
Yang indah dariku
Lupakan aku
Ku punya cinta lain yang tak bisa
Untuk kutinggalkan
Mungkin suatu saat nanti
Kaupun akan mengerti
Bahwa cinta memang tak mesti
Harus bersama

 -dari Syair lagu “Cinta yang Lain” (Ungu feat. Chrisye)-

Sebut saja namanya Kirana (33 thn), ia jatuh cinta  (setidaknya itu yang dia pikir, saya sih berpikir kalau itu ‘lust’ and not ‘love’ but anyway….) pada Rangga (39 thn) – suami orang. Lewat email diceritakannya pada saya mengenai kegalauan hatinya mencintai seseorang yang entah sampai kapan bisa menjadi miliknya. Bisa ditebak ceritanya, ibarat bunga kemarin mekar, indah mengembang, lantas membusuk. Tinggal tunggu waktu saja.

Cinta dan kepolosan (baca : kebodohan) adalah kombinasi yang mematikan. Berdasarkan pengalaman pribadi (gak usah pada nanya ‘pribadi’-nya siapa… ); laki-laki beristri yang ingin mendekati wanita lain (selain istrinya) pasti akan beralasan dan berbuat sbb :

Mengatakan bahwa rumah tangganya bermasalah (atau sedang berpisah dengan istri, tidak ada komunikasi, dll) dan selalu menempatkan diri di posisi ‘korban perasaan’. Akibatnya akan muncul empati dari yang diincar. Wanita kadang mendahulukan hati ketimbang logika. Kalau tidak beralasan seperti ini, mana bisa mendekati wanita incarannya, ini alasan yang sudah-paling the best-ultimate-to the max deh pokoknya. Hehe….
Mengatakan bahwa kamu adalah orang yang berbeda, yang bisa membuat dia bahagia, yang mustinya berjodoh dengan dia tapi Tuhan berkehendak lain, dll yang membuatmu berpikir ‘Oh iya, ini tidak mungkin terjadi kalau dia tidak memiliki perasaan yang sama dengan saya, maka itu dia disini bersama saya saat ini… dia juga mencintai saya…’
Manusia punya naluri berburu. Maka itu sebelum dia dapat ‘memangsa’ hatimu, dia tidak akan berhenti untuk menarik simpati dari kamu.
Satu hal yang (mungkin jarang atau kalaupun terjadi, itu jarang diwujudkan, hampir tidak pernah, malah, ya ampun lama banget penjelasan ini-red)…. adalah ucapan atau janji : ‘Saya akan meninggalkan orang yang bersama saya saat ini – secara resmi – agar saya bisa bersama kamu.’Berani taruhan, hanya 2 dari 10 pria yang benar-benar menceraikan istrinya demi bersama dengan wanita #uhuk … katakanlah ‘wanita idaman lain’nya. Dan percayalah, proses ‘meninggalkan’ itu jarang ada yang berjalan dengan mulus bak jalan tol. Karena dalam prosesnya, ada banyak pihak yang akan ‘terlindas’ perasaannya. Apa kamu tega ‘melindas’ perasaan orang lain demi kebahagianmu? Hmm…

Bagaimana kalau itu terjadi dengan kamu? 
 Apabila berada dalam kondisi ini, jarang kita berhenti dan berpikir ‘aduh bagaimana kalau itu terjadi dengan suami atau istri saya nantinya, sakit hatinya kayak apa ya saya?’. Saya pernah punya teman yang merasa sukses karena berhasil ‘memisahkan’ seorang suami dari istri dan kedua anaknya (catet : yang masih kecil) . Mungkin ia tampak bahagia diluar, namun di hati kecilnya, ia tahu bahwa tindakan itu salah. Dan lebih ngenes lagi pastinya karena sekarang ia ditinggal demi wanita lain. Mantabh… ratabtabtab.. dungdung…desh!

Masalahnya dengan kepercayaan (trust) dan integritas seseorang. 
Kalau seseorang berkata padamu bahwa ia sudah bertunangan atau menikah, tapi masih duduk disebelahmu sekarang dan menggenggam tanganmu dengan mesra, apakah kata-katanya masih bisa dipercaya? Menikah terjadi dibawah sumpah, perselingkuhan tidak. Kalau yang disumpah saja masih bisa ‘lolos’,….. Okay I will say no more…

Mau sampai kapan kamu menunggu? 
 Apakah proses ‘menunggu’ tersebut membuatmu bahagia? Itu hanya kamu yang tahu. Yang jelas, kalau ia masih tetap bersama istri / suaminya yang sah, kamu bukanlah prioritas – melainkan sekedar ‘properti’. Banyak sahabat saya yang bilang ‘I am willing to wait as long as it takes’, yeah rite… pada kenyataannya, tidak ada yang punya waktu sampai sebanyak itu….

Saya memahami alasan mengapa hal ini terjadi, manusia bisa sampai pada titik jenuh kebosanan dalam relationship mereka (dengan pasangan resminya). 
Ibaratnya kamu diberi makan tempe tiap hari – pasti sekali-kali ingin makan spaghetti. Nanti kalau sudah bosan sama tempe dan spaghetti kamu akan kepingin coba lasagna dan pizza dan mie ayam dan soto dan masih banyak lagi… (lah penulis jadi laper-red). Nah supaya nggak bosen sama tempe bagaimana? Ya tempe tadi dibuat oseng-oseng, digoreng, disambal, diapakan sajalah supaya ada variasi ke si tempe tadi. Oh my God,lebih mudah berkata daripada menjalankan ya? I know I know, when you’re in love (or love and lust – paduan yang lebih deadly) semua kata-kata saya diatas akan terlihat basi.

In the end you will only hurt yourself. Saya pernah mengalami ini. Akan sangat-sangat-sangat munafik apabila saya bilang ‘sorry ya, gue sih gak pernah, kalau gue sih ogah pacaran sama suami orang, banyak yang suka sama gue tapi gue tolak dan blablabla…..pret!’ dan lantas menulis artikel seperti ini, atau sok-sok ‘memberi advice’ tanpa pernah merasakan pedihnya mencintai sesuatu yang tidak pernah bisa dimiliki. 
Ya, saya akui. Saya pernah menjalin hubungan asmara dengan ‘milik orang lain’. Saya tidak bangga, saya ‘kecanduan’ akan dirinya, dengan bodoh saya pikir ia akan meninggalkan istrinya demi saya, ternyata tidak, malah dia sekarang jalan sama perempuan lain… (pas mantabh sekali ya-red).  Yes, Karma can be quite nasty, jadi apabila kamu tidak ingin menerima karma pada akhir perjalanan nanti…. apa boleh buat. Lepaskan saja. Bahwa cinta memang tidak harus bersama itu memang benar adanya, terserah apa kata motivator-motivator itu deh ya.

Langkah pertama yang harus diakui oleh seorang pecandu adalah mengakui bahwa dirinya kecanduan. 
Saya sudah mengakui ‘kecanduan’ saya terhadap dia, saya sudah belajar dari ‘kebodohan’ ini, saya jadikan pelajaran dan move-on. Hey! Butuh keberanian yang besar lho untuk mengakui ‘kebodohan’… (angkat dagu-red). Tolong tepuk tangannya untuk saya…. #eaaa #eaaa #eaaa (males banget nggak sih bacanya-red).

“All is Fair in Love and War”, bukan begitu? Ya memang benar, tapi ada juga proverb “History will repeat itself”. 
 Sejarah akan terulang kembali. Ladies, jika ia benar mencintai kamu (love dan bukan lust yaaa…..) dia akan benar-benar meninggalkan ‘yang bersama dia saat ini’ untuk bersama kamu. Jika ia tidak melakukannya, berarti dia #uhuk… masih mencintai yang bersama dia saat ini dan baginya kamu bukan sebuah ‘love’ dan hanya ‘lust’. Bukan jaminan juga kamu akan jadi yang terakhir baginya, bisa saja dia akan meninggalkan kamu dengan kejadian yang sama. Saya bukannyanakut-nakutin kamu, tapi berdasarkan pengalaman pribadi (baik pribadi saya maupun pribadi yang lain, halah -red), inilah yang akan terjadi….
Saya tidak akan menyarankan padamu, apa yang harus kamu perbuat. Pilihan ada di tanganmu sendiri. Ibarat meminum terlalu banyak wine, sebotol, dua botol, lama-lama kamu toh akan jenuh juga – mau semahal apapun wine itu. After-taste yang menyakitkan tetap akan muncul. Nah siapkah dirimu pada saat ‘after-taste’ tadi muncul? 

“Sometimes, people want what they cant have…the whole forbidden fruit thing…But let me tell you, once you eat that fruit,it tastes sour…,” –CiscaDV’s brain-


Best of luck in love and life,
Your friend,
@CiscaDV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar