Selasa, 11 Januari 2011

Aku Hanyalah Debu


Membaca salah satu blog dari pengunjung yang kebetulan mampir ke blog saya, membuat pikiran dan hati saya terbuka, dan menyadarkan saya, bahwa sebenarnya sebagai manusia kita ini bukan apa2. Kita ini tidak lebih dari debu yang terbang kesana kemari mencari tempatnya berpijak dan pada akhirnya satu2nya tempat yang di temui hanyalah tanah. Oleh karena itu, tidak sewajarnyalah sebagai manusia kita sombong dan selalu beranggapan kitalah yang terhebat, karena pada akhirnya kita kembali ke tanah juga. Berikut ini saya lampirkan tulisannya:

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Sebagai debu, tidaklah pantas ia disandingkan dengan dedaunan hijau, bunga yang memesona, buah yang segar, batang dan akar yang kokoh, dahan yang kekar, dan ranting yang kuat. Bagaimana pun juga, debu tetaplah debu yang kebetulan ikut bersama angin dan menempel pada dedaunan hijau, pada bunga yang memesona, pada buah yang segar, pada batang yang kokoh, pada dahan yang kekar, dan pada ranting yang kuat.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Yang kapan saja bisa sirna diterpa hujan dan menyatu dengan tanah, karena pada dasarnya, hakikat dari debu adalah tanah. Keangkuhan yang telah membuat debu meninggalkan tanah, sebuah keangkuhan untuk bebas dan mengembara bersama angin. Namun pada akhirnya, debu akan berpulang juga pada tanah, karena itu adalah takdirnya.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang, dan hingga saat ini masih mampu menyaksikan bagaimana pucuk-pucuk hijau muncul dari ujung-ujung ranting, yang kemudian tumbuh dewasa, lalu menguning, mengering dan gugur kepermukaan tanah. Sebagai debu, akupun menyaksikan bagaimana disela-sela tangkai daun muncul titik kecil yang kemudian menjadi bunga-bunga yang memesona dan pada akhirnya membesar dan mengubah dirinya menjadi buah yang ranum. Disini aku menyaksikan bagaimana buah ranum tersebut akhirnya dipetik oleh manusia yang ingin menyantapnya, ada pula yang dilukai dan dimakan oleh kelelawar dan burung, dan ada pula yang membusuk dan akhirnya jatuh kepermukaan tanah.

Tidak hanya itu, aku juga menyaksikan bagaimana dahan-dahan, ranting-ranting dan kulit-kulit batang menua dan kering dan akhirnya terkelupas dan gugur pula kepermukaaan tanah.

Entahlah, apakah aku akan menyatu dengan tanah dengan cara diterpa hujan ataukah dengan cara gugur besama menua dan mengelupasnya dahan pohon yang aku lekati, atau mungkin pula aku akan kembali diterpa dan dibawa bersama angin dan akhirnya menempel dan melekat pada dahan pohon yang baru. Entahlah…karena masa depan adalah hamparan kemungkinan-kemungkinan.

Disinilah aku menyadari bahwa ternyata bukan hanya debu yang memiliki takdir untuk kembali pada tanah, namun juga dedaunan hijau, bunga yang memesona, buah yang segar, batang dan akar yang kokoh, dahan yang kekar, dan ranting yang kuat. Semua hanya persoalan waktu.

Aku adalah debu yang kebetulan menempel pada sebuah dahan pohon yang rindang. Walaupun begitu, aku adalah debu yang menjadi saksi sejarah, debu yang telah menyaksikan kelahiran dan kematian, kedatangan dan kepergian. Aku adalah debu yang telah merasakan bagaimana bahagia dan indahnya kelahiran dan kedatangan, dan bagaimana sedih dan pedihnya kematian dan kepergian. Tapi itulah jalan kehidupan, ada yang lahir dan ada yang mati, ada yang datang dan ada yang pergi.

Akupun demikian, aku telah lahir dan datang. Dan suatu saat nanti akupun pasti akan mati dan pergi. Semuanya hanya persoalan waktu.

Kelahiran akan disusul oleh kematian dan kematian akan disusul pula oleh kelahiran yang baru.
Kedatangan akan disusul oleh kepergian dan kepergian akan disusul pula oleh kedatangan yang baru.
Semuanya hanya persoalan waktu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar