Senin, 17 Januari 2011

Teratai dan Embun

Dikisahkan di sebuah kolam yang airnya berlumpur, tumbuh pohon bunga teratai muda. Pohon itu tumbuh dengan beberapa helai daunnya yang hijau dan kuncup serta sekuntum bunga teratai berwarna merah diatasnya.

Saat malam mulai meninggalkan peraduan, angin dingin menghembus perlahan membawa halimun dan kemudian berubah menjadi tetes-tetes embun diantara daun-daun teratai.

Suatu hari, ketika daun teratai membuka mata memulai sebuah pagi yang cukup dingin, dia merasa takjub dengan alam sekitarnya. Tiba-tiba si daun teratai tersadar, diatas tubuh hijau daunnya ada setitik embun yang begitu lembut dan bening.

Dengan ceria disapanya si embun “ Hai kamu, engkau siapa? Darimana datangmu dan bagaimana bisa tiba-tiba berada diatas punggungku”?

Si embun pun menjawab, Aku biasa dinamakan embun. Saat menjelang pagi, di alam semesta ini ada uap air yang terbawa hembusan angin dingin yang kemudian menciptakan titik air. Inilah yang menjadikannya seperti diriku seperti ini.”
“ Wah, aku senang sekali bisa berteman dan ngobrol denganmu,” kata si daun teratai.
“ Tapi maap teman baruku. Bila sebentar lagi matahari mulai bersinar, aku pun harus pergi. Sebab, begitulah sifat alam. Embun di pagi hari akan segera menguap bila tertimpa sinar matahari,” kata embun kepada daun teratai.
Si daun yang merasa mendapat teman baru memohon kepada embun “ Tolonglah tetaplah disini, jangan pergi”

Namun, seperti yang dikatakan embun, saat matahari menyinari bumi dengan kehangatannya, embun itu pun segera berlalu dari tubuh daun teratai.

Keesokan harinya, saat daun teratai kembali memulai hari, dia begitu gembiira. Rupanya, ia melihat embun kembali berada di punggungnya. Maka, dia pun menyapa riang embun itu, “ Hai sobat, kita berjumpa lagi!”

Tapi embun berkata,” Hai juga! Aku embun baru. Kita belum saling kenal.”
“ Lho bukankah kamu embun yang kemarin?”
“ Bukan! Aku embun hari ini, Aku tidak ada kaitannya dengan embun yang kemarin.”

Daun teratai amat heran. Tapi belum sempat teratai bertanya lebih jauh, embun itu pun segera menguap kembali tertimpa sinar matahari.

Peristiwa serupa terjadi dari hari ke hari dan setiap hari. Daun teratai tetap tidak mengerti, mengapa embun yang sama bentuknya, setiap hari selalu tidak mengakui dirinya sebagai embun yang kemarin.

Maka, hari-hari pun berlalu terus hingga berganti bulan. Si daun teratai pun berumur semakin tua. Akhirnya, ia pun mulai terkoyak dan selanjutnya menguning. Kini saatnya ia tergantikan oleh tunas daun teratai yang baru.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Tanpa sadar, terkadang kita merasakan bahawa hari-hari berlalu bagitu saja, bahkan seolah tanpa ada perubahan. Jika itu yang kita rasakan, sebenarnya kita sedang terjebak dalam rutinitas keseharian yang menjemukan.

Bila itu dibiarkan terus menerus, maka sebenarnya kita sudah termasuk orang yang merugi. Karena itu, sudah saatnya kita memperbaiki diri dengan meningkatkan kualitas dan kapasitas kemampuan, dengan mengisi hari agar jauh lebih berarti

Hari ini boleh jadi mirip dengan hari kemarin, tetapi hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Karena itu, jika kita melakukan kesalahan pada hari kemarin, hari ini juga harus segera kita koreksi. Jika kita telah melakukan kebaikan di hari kemarin, hari ini harus lebaih banyak lagi kebaikan yang kita sebarkan.
Waktu terus berjalan, tak kan pernah terulang. Tak ada gunanya menyesali waktu kemarin yang telah pergi. Sebab, kita hidup pada hari ini.

Untuk itu, mari kita isi hari baru kita dengan semangat yang menyala untuk membuat hari ini menjadi hari yang lebih baik dari kemarin. Tak perlu bersedih hati dengan hari kemarin, jangan pula merasa resah dengan kegagalan yang telah lalu, sebab kita bisa memperbaikinya hari ini.

Jangan biarkan hari ini hanya manguap begitu saja tanpa arti. Jadikan hari ini laksana embun-embun indah yang menghiasai teratai, yang meski akan menghilang, kehadirannya telah membawa nilai keindahan sendiri.

UKIRLAH HARI INI DENGAN PRESTASI!

Andrie Wongso
( Diambil dari majalah Nyata )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar