Beratnya untuk melepaskan dia pergi. Selama ini, tangan ini yang membelainya. Selama ini, hati ini yang selalu bimbangkannya. Sejak suara tangisnya yang pertama, sejak ku laungkan azan di telinganya, aku begitu mengasihinya. Ya, dia adalah permata hatiku. Namun, dia bukan selamanya milikku….
Rumah ini, cuma persinggahan dalam perjalanannya menuju kedewasaan. Dan kini sudah hampir masanya kau pamit. Walaupun di hatiku tercalar sedikit rasa pahit, tapi siapalah aku yang boleh menahan perjalanan waktu? Siapakah aku untuk menahan realiti kedewasaan? Maafkan aku wahai anak…. Bukan aku tidak tega, tetapi karena terlalu cinta!
Hatiku tertanya-tanya, apakah ada insan lain yang boleh menjaganya sepenuh hati. Sejak bertatih, aku melihat jatuh bangunnya tanpa rasa letih. Siapakah yang membalut luka hatinya dalam perjalanan itu nanti? Aku jauh……bila segalanya bertukar tangan, amanah akan diserahkan. Aku tahu saat itu aku mesti harus melepaskan. Itu satu hakikat.
Cinta seorang ayah bukan berarti mengikat..
Cinta bukan berartii mengikat… tetapi melepaskan, membebaskan. Kau umpama anak burung yang telah bersayap, telah mampu terbang membelah awan, meninggalkan sarang. Apakah aku terlalu dungu untuk terus membelenggu?
Puteriku… kau terpaksa ku lepaskan…. Apakah si dia mampu menyayanginya seperti aku? Ah, mengapa rasa curiga ini datang bertandang. Bukankah segalanya telah di putuskan sejak dia membisikkan bahwa hatinya telah diserahkan kepada ‘si dia’- lelaki pilihannya? Bukankah segala perbincangan musim lalu telah terungkai dan keputusannya telah dimeterai?
Namun… hati ayah…. Hati abah… pasti ada gundah. Sudah pasrah, tapi diguris goyah. Bolak-balik hati ini wahai anak…
Tepatkah plihanmu? Tepatkah keputusanku? Namun siapakah kita yang boleh membaca masa depan? Layakkah kita mengukur kesudahan di batas permulaan?
Berprasangk baik jadi penawar. Kau anak yang baik,InsyaAllah pilihanmu juga baik. Tuhan tidak akan mengecewakanmu. Jodohmu telah ditentukan. Dan ketentuan Allah itu pasti ada kebaikan!
Kadang, aku diserbu seribu pertanyaan. Apakah aku masih di hatinya setelah dia bersuami nanti? Atau aku hanya akan menjadi tugu kenangan yang dijenguk sekali - kali ? Bukan, bukan aku terlalu jauh sekali mengungkit…upayaku mendidikmu bukan suatu jasa. Itu hanya satu amanah.
Namun, ketika usia menjangkau senja, aku pasti semakin sepi…… aku akan mengulang-ulang kisah lama yang penuh nostalgia. Diuji oleh kenangan indah musim lalu, ketika dia begitu manja di sisi. Aku ingin mendengar lagi suaranya yang dulu-dulu. Mengadu tentang ini dan itu. Bercerita dan berkisah, dengan lidahmu yang patah dan lagak yang penuh celotehan.
Pergilah. Aku rela. Allah bersamamu.
Doaku mengiringi setiap langkah di alam rumah tanggamu nanti. Moga si dia akan menjaganya seperti aku menjaga ibunya.umminya. aku akan berprasangka baik. Justru Allah itu menurut sangkaan hamba-hambaNya. Aku bersangka baik, InsyaAllah, dia dan aku akan mendapat yang terbaik. Di situ, noktahlah kebimbangan hati seorang ayah. Seorang abah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar